DEPOKHITS.id, 1 Juli 2025 — Kantor Pertanahan ATR/BPN Kota Depok menegaskan bahwa pelaksanaan constatering atau pencatatan fakta lapangan atas objek sengketa pertanahan hanya dapat dilakukan berdasarkan perintah resmi dari pengadilan.
Pernyataan ini disampaikan sebagai tanggapan atas permohonan constatering dari Kantor Hukum Andi Tatang Supriyadi & Rekan terkait batas tanah hak milik Nomor 751 dan 7640 di wilayah Depok.
“BPN tidak berwenang melaksanakan constatering tanpa relaas atau surat perintah dari Pengadilan Negeri (PN) Depok. Sampai hari ini belum ada instruksi atau pemberitahuan resmi yang kami terima,” tegas Galang Rambu Sukmara, Kepala Seksi Pengendalian dan Penanganan Sengketa BPN Depok dalam konferensi pers, Selasa (1/7/2025).
Galang menambahkan, Kantor Pertanahan Depok selalu bertindak berdasarkan ketentuan hukum dan menjunjung tinggi integritas, khususnya dalam penanganan kasus pertanahan.
“Kami tidak memberi celah bagi praktik mafia tanah. Semua tindakan kami berdasarkan regulasi yang berlaku,” lanjutnya.
Kasus Masih Dalam Proses Mediasi
Terkait perkara yang sedang berlangsung di PN Depok, Galang menyampaikan bahwa pihak terkait telah mengajukan bantahan kedua atas perkara Nomor 156/PDT.BTH/2025/PN.Dpk. Sidang mediasi dijadwalkan pada 8 Juli 2025.
BPN Depok juga memastikan akan memberikan tanggapan tertulis terhadap surat kuasa hukum, namun kembali menegaskan bahwa pelaksanaan constatering hanya dapat dilakukan setelah mendapat instruksi dari pengadilan.
Permohonan Constatering Belum Sah Tanpa Putusan PN
Permintaan constatering sebelumnya diajukan melalui surat Nomor 047/ATS-R/S.Kel/VI/2025 tertanggal 26 Juni 2025, sebagai tindak lanjut surat tertanggal 2 Mei 2025. Namun hingga saat ini, belum ada proses eksekusi yang dapat dijalankan tanpa mandat hukum.
Menurut ketentuan hukum acara perdata, constatering hanya dapat dilaksanakan oleh juru sita pengadilan atas perintah Ketua PN.
Definisi dan Dasar Hukum Constatering
Constatering merupakan proses pencatatan kondisi fisik suatu objek oleh pejabat berwenang seperti juru sita atau notaris, yang dapat digunakan sebagai alat bukti dalam perkara hukum.
Landasan hukum pelaksanaan constatering antara lain:
- Pasal 195 HIR / Pasal 206 RBg — Mengatur pelaksanaan putusan pengadilan.
- SEMA No. 4 Tahun 2001 — Tentang penggunaan tenaga juru sita dalam eksekusi.
- UU No. 5 Tahun 1960 (UUPA) — Landasan hukum pertanahan nasional.
- Permen ATR/BPN No. 21 Tahun 2020 — Tentang penanganan dan penyelesaian kasus pertanahan.
Dalam praktik non-litigasi, constatering juga dapat dilakukan oleh notaris atau PPAT atas permintaan pihak yang berkepentingan, sebagai dokumen pembanding dalam sidang perdata.
Komitmen BPN Depok: Tanpa Toleransi terhadap Mafia Tanah
BPN Kota Depok menyatakan komitmennya mendukung proses hukum yang adil dan transparan. Lembaga ini tidak akan melakukan langkah hukum, termasuk constatering, tanpa perintah resmi dari pengadilan.
“Kami menjunjung tinggi supremasi hukum dan mendukung pemberantasan praktik mafia tanah,” tutup Galang.











